#NetizenMenyangKraton

Sabtu, 17 Maret 2018, GenPI Jogja bersama Netizen Jogja diundang komunitas malam museum mengunjungi Kraton Yogyakarta. Kegiatan diskusi ini dalam rangka Menyambut Hajad Dalem "Tingalan Jumenengan" dan berlokasi di Bangsal Kesatriyan. Sesampainya di Bangsal disambut hangat oleh GKR Hayu dan Tim Tepas Tandha Yekti.


Acara dimulai oleh GKR Hayu yang menjelaskan sedikit tentang beberapa upacara di Kraton. Gusti Hayu menjelaskan bahwa upacara di Kraton selalu menggunakan penanggalan Jawa dan ada beberapa yang tidak boleh diliput oleh media. Salah satunya adalah Tingalan Jumenengan Dalem yang akan dilaksanakan sebentar lagi. Tingalan Jumenengan Dalem ini merupakan peringatan kenaikan tahta Raja yang menjabat. Untuk Sultan HB X peringatan kenaikan tahta ini dilaksanakan pada akhir bulan Rejeb atau sekitar bulan April.

Narasumber lain, pak Bimo selaku Carik Tepas Tandha Yekti menjelaskan ada dua jenis upacara untuk Tingalan Jumenengan Dalem, yaitu upacara yang berada di dalam cepuri atau lingkungan Kraton dan upacara di luar Kraton. Upacara di dalam Kraton terdiri dari beberapa rangkaian kegiatan. Berikut rangkaian kegiatan tersebut :
1. Ngebluk (27 Rejeb/13 April 2018)
Ngebluk merupakan kegiatan membuat jladren atau adonan untuk kue apem. Dinamakan Ngebluk karena berasal dari suara saat membuat adonan 'Bluk'. Ngebluk dilaksanakan di Bangsal Sekar Kedhaton dan hanya dilakukan oleh kaum perempuan saja. Kegiatan ini dipimpin langsung oleh Permaisuri dan Putri Keraton dibantu oleh abdi dalem keparak. Kemudian setelah adonan jadi, didiamkan semalam agar mengembang.
2. Ngapem (28 Rejeb/14 April 2018)
Ngapem merupakan proses memasak kue apem dari adonan yang sudah didiamkan semalam. Kegiatan ini berlangsung sejak pukul 9 pagi hingga Maghrib. Permaisuri, Putri dan para abdi dalem juga harus menggunakan pakaian adat lengkap saat memasak. Kebayang kan perjuangan mereka. Orang yang diperbolehkan memasak kue apem ini merupakan perempuan yang sudah menikah dan sudah menaupose. Perempuan yang sudah menikah membuat apem berukuran 25cm sedangkan perempuan yang sudah menaupose membuat apem mustaka atau apem yang lebih besar sekitar 30cm. Apem yang dimasak benar-benar harus utuh tidak boleh pecah dan harus matang. Apem-apem tersebut yang sudah jadi kemudian disusun setinggi Sultan yang bertahta.
3. Menyiapkan Uborampe (28 Rejeb/14 April 2018)
Kegiatan ini dilaksanakan bersamaan dengan prosesi Ngapem. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Abdi Dalem Kraton yang menyiapkan segala Uborampe Labuhan. Terdiri dari pakaian yang pernah digunakan Sultan, pakaian laki-laki dan perempuan, potongan kuku, potongan rambut Sultan serta layon sekar. Semua Uborampe ini ditutup dengan kain mori putih. Setelah lengkap kemudian diinapkan di Gedhong Prabayeksa.
4. Sugengan (29 Rejeb/15 April 2018)
Sugengan merupakan acara puncak prosesi ini yaitu tepat dimana Sultan dinobatkan menjadi Raja. Kegiatan ini dihadiri kerabat dan abdi dalem. Prosesi Sugengan merupakan prosesi doa kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk meminta keselamatan Sultan dan Kraton. Prosesi ini dilaksanakan di Bangsal Kencana.
5. Upacara Labuhan (30 Rejeb/16 April 2018)
Upacara Labuhan merupakan upacara yang berada di luar Kraton, yaitu melabuhkan uborampe yang sudah disiapkan. Prosesi Labuhan dilaksanakan di Merapi, Parangkusumo, Gunung Lawu dan Dlipih Khayangan. Tahun ini merupakan tahun Dal di penanggalan Jawa. Merupakan tahun terbesar Jawa setiap 8 tahun sekali, sehingga upacara labuhan juga dilaksanakan ke Dlipih Khayangan yang berlokasi di Wonogiri.
Uborampe ini diberangkatkan ke Cangkringan dan diinapkan sehari di sebelum dilabuh pada esok harinya di Kinahrejo hingga Sri Manganti. Upacara Labuhan yang di Parangkusumo langsung dilaksanakan pada 30 Rejeb ini. Untuk labuhan yang di Gunung Lawu dan Dlipih Khayangan dilaksanakan pada esok harinya yaitu tanggal 17 April 2018.

Begitulah sekiranya rangkaian upacara Tingalan Jumenengan Dalem yang dijelaskan oleh Pak Bimo. Acara diskusi kemudian dilanjutkan dengan menonton video singkat tentang upacara Tingalan Jumengan Dalem yang dibuat oleh Tim Tandha Yeksi. Peserta diskusi sangat antusias melihat dan mendengarkan. Setelah itu kegiatan diskusi dilanjutkan dengan tanya jawab. Dalam diskusi ini juga dijelaskan bahwa abdi dalem yang melakukan prosesi labuhan menggunakan pakaian adat lengkap atau biasa disebut peranakan. Sewaktu naik lereng Gunung Merapi hingga Sri Manganti juga tidak menggunakan alas kaki. Namun beda kasus untuk labuhan yang di Gunung Lawu dan Dlipih Khayangan karena medan yang sedikit berat. Kemudian acara dilanjutkan dengna foto bersama. Kegiatan diskusi ini juga dimeriahkan di dunia pertwitteran yaitu dengan hastag #NetizenMenyangKraton.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Coday Coffee Lab&Roastery, Laboratorium Kopi di Pinggir Kota Jogja

Maison Daruma Coffee and Roastery, Roastery Bernuansa Jepang di Jogja

Satay Kato Kuliner Baru di Jogja